Ucapan diatas sering sekali saya dengar dari seseorang dan
juga bacaan di sebuah artikel, “Bukan lagi AKU tetapi KITA”... simple yah, tetapi
bagi mereka yang sedang tidak galau dan kalut hatinya saja yang dapat memaknai
kalimat ini dengan benar.
He he he he...
Kemarin sore saya mengobrol dengan seseorang, mengobrol masa
depan, planning masing-masing dan pengalaman. Di sela obrolan kita membicarakan
tentang anak dan pendidikan. Realita anak
sekarang dituntut untuk pintar dalam akademik, padahal pendidikan tidak hanya
dinilai dari kognitif saja, tetapi afektif dan psikomotoriknya juga. Nah,
krisis moral yang amburadul sekarang... menurunkan nilai afektif dan psikomotorik
anak. Para orangtua menuntut anak-anak untuk mengikuti kursus ini, bimbel itu,
kegiatan ini,itu. Mereka di didik untuk persaingan akademik, tetapi kemana
pendidikan moral yang harusnya diajarkan dan didapatkan anak dari orang tua
(keluarga) tetapi faktanya diluar mereka hanya diajarkan untuk bersaing
kognitif.
Di akhir obrolan teman saya bilang “Besok anak KITA, akan saya didik untuk bisa mandiri, bertanggung jawab, tidak hanya pintar dalam akademik tetapi bagaimana pendidikan moral yang baik : sopan santun, dsb”.. Dan dia berbicara “KITA”... Sepucuk surat yang pernah dia beri di hari ultah saya bertuliskan juga “Jadi yang terbaik, terbaik untuk semua, Jadi dewasa yang tidak lagi berfikir tentang “Aku” sudah berfikir tentang “Kita”,“Mereka”,”Bangsa” dan “Negara.” Dan dia berbicara "KITA"... he he he...
Di akhir obrolan teman saya bilang “Besok anak KITA, akan saya didik untuk bisa mandiri, bertanggung jawab, tidak hanya pintar dalam akademik tetapi bagaimana pendidikan moral yang baik : sopan santun, dsb”.. Dan dia berbicara “KITA”... Sepucuk surat yang pernah dia beri di hari ultah saya bertuliskan juga “Jadi yang terbaik, terbaik untuk semua, Jadi dewasa yang tidak lagi berfikir tentang “Aku” sudah berfikir tentang “Kita”,“Mereka”,”Bangsa” dan “Negara.” Dan dia berbicara "KITA"... he he he...
Di bidang ilmu saya Biologi dalam konteks Ekosistem
mengajarkan juga untuk memaknai “Kita” bukan lagi “Aku”, ekosistem pada rantai
makanan, mendeskripsikan bahwa “Aku” bukanlah apa-apa disaat kita memiliki
siklus hidup yang berbaur dengan makhluk hidup yang lain yaitu “Kita”. Jadi, jangan
sombong dengan kata “Bajuku, jika tanpa adanya benang yang diperoleh dari serat
tumbuhan yang dijahit menjadi sepotong baju, jangan berkata “Nasiku, jika tanpa
adanya tanaman padi mana mungkin kita makan nasi”. Jangan bangga dengan sebutan
“Rumahku, mobilku, tanpa kita menghargai peran mereka yang lain.
Konteks tulisan saya hari ini bukan berbicara bagaimana “Aku”
yang hanya mementingkan individual,personality untuk bisa terlihat Wah didepan
banyak orang tapi hanya dilihat dari cover saja, namun bagaimana “KITA” belajar
memahami dan memaknai penjabaran dari Aku untuk Kita dalam ekspresi dan
pemahaman kompleks...
Let’s learn to all... Greeting
warm
hohohooo..... :-P
BalasHapus