Senin, 29 September 2014

Mempermasalahkan MASALAH…



Lucu memang ya, membaca ini “mempermasalahkan masalah”. Tanpa disadari sebenarnya kita sering melakukan hal ini. Iya atau tidak ? Kenapa demikia...

Karena hakikatnya, banyak diantara kita masih sulit untuk mencari solusi terhadap masalah dan masih selalu mengulang atau mengungkit-ungkit masalah, hingga akhirnya yang tadinya memiliki masalah lapar, tapi karena tidak sesuai lauk dan tempat makannya malah tidak jadi makan dan akhirnya malah semakin lapar. Apakah menemukan solusi atau malah menambah masalah dari analogi tersebut ? Pernahkah diantara Anda mengalami demikian ?

Orang hidup selalu memiliki masalah dan bermasalah, dalam hal apapun itu selalu ada masalah dari mulai bangun tidur hingga kembali tidur. Para motivator dan inspirator selalu menasehati untuk berprasangka baik terhadap masalah, mencari solusi terbaik dalam masalah dan nesahat-nasehat positif lainnya. Tapi setelah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari apakah itu mudah ?


Jawabannya, tidak sulit… itu semua kembali ke pribadi seseorang. Mindset diri ? Jika Anda seorang yang praktis dan santai, masalah apapun tidak akan jadi masalah. Jika Anda seorang yang ribet dan ingin kesempurnaan, masalah apapun akan jadi masalah alias dipermasalahkan. Masalah itu bermacam-macam ada yang simple dan kompleks, walau sebenarnya setiap masalah adalah hal simple, jika kita bijak, kemudian kembali lagi bagaimana kita menyikapinya ? Dan ciri orang yang selalu mempemasalahkan masalah adalah ketika ia sering menggunakan kata “tapi”.


Kata “tapi” dalam istilah bahasa adalah kata penghubung, dimana dari analogi masalah. Ketika seseorang selalu beragumen “tapi” artinya masih ada ujung dalam argumennya, yang artinya belum setuju, yang artinya tidak menerima atau ada argument lain yang bukan solusi melainkan mencari-cari kesalahan baru.


Dalam tulisan ini tidak menjudge atau menggurui, saya pun sebagai penulis selalu belajar mengontrol diri
dalam setiap masalah. Satu ajakan positif “Mari belajar memange diri”, karena saya memahami bahwa masalah hadir untuk pendewasaan diri, jiwa, pikiran  serta emosi suatu individu. Karena tidak ada masalah tanpa solusi… seperti gambar disamping coret "masalah" kemudian fokuskan ke "solusi".
 

Antara Want dan Need



Kata syukur atau rasa syukur memang sulit untuk dipahami oleh banyak orang. Ketika nikmat yang diberi hari ini tidak mereka syukuri. Nikmat luar biasa, yang bukan hanya dilihat dari materi (uang) tetapi nikmat segala, nikmat kesehatan, nikmat waktu, nikmat berkumpul dengan keluarga dan orang sekitar dan banyak lain nikmat yang kita dapatkan.

Tiga hari lalu ketika saya mengikuti kuliah filsafat, yang membahas tentang “Want and Need”. Ketika seseorang memilki keinginan yang lebih tinggi dibanding kebutuhan, tidak sedikit dari mereka yang tidak mensyukuri secara utuh dalam hidup. Banyak contoh bukan di sekeliling kita ?
Sebagai contoh, banyaknya para lakon hiburan di Indonesia bahkan belahan dunia lainnya yang mengoperasi bentuk wajah, tubuh mereka karena “berkeinginan” cantik atau tampan  sempurna. Banyak orang yang sudah memiliki sepeda, kemudian ingin punya motor, kemudian ingin punya mobil, padahal sebenarnya itu bukan kebutuhan primer bagi mereka, tetapi berusaha bagaimana agar dapat memenuhi keinginan itu, dan sekali lagi ini tentang “ingin”.

Selain itu, ada juga contoh orang yang memiliki penghasilan Rp 1.000.000,-/bulan tetapi untuk mengikuti “keinginan”nya dapat mengeluarkan uang lebih dari Rp 1.000.000,-. Ada lagi orang yang berpenghasilan cukup misalkan diatas 10juta, akan memiliki keinginan yang besar pula (biasanya orang-orang ini tergolong yang menjaga gengsi), sehingga yang tadinya keinginan bisa jadi berubah peran menjadi kebutuhan. 

Saya sendiri mengalami ini, ketika saya dibayar banyak, saya punya keinginan yang banyak pula sehingga melebihi penghasilan yang saya dapatkan sebelumnya, padahal untuk memenuhi kebutuhan per bulan pun masih ngos-ngosan,hehe..













Rasa syukur dalam kehidupan itu amat penting, sehingga dengan kita selalu bersyukur kita akan merasa cukup, dan tidak ada istilah besar pasak daripada tiang atau keinginan lebih tinggi dibanding kebutuhan. Godaan dan gengsi diluar sana sangat mempengaruhi kita, sekarang tergantung kita untuk memanage keuangan, memange keinginan, memanage kebutuhan yang perlu diprioritaskan terlebih dahulu.

Mari kita belajar bersyukur, karena  “want and need” akan semakin memperjarak selagi kita tidak mampu untuk memanage.