Sabtu, 05 April 2014

Anakku malang, Muridku malang...

Ini kali pertama saya menghadiri rapat kumpulan Tentor di tempat saya bekerja. Pertemuan rutin setiap bulan yang bahasannya mengenai segala macam bentuk KBM dan perkembangan siswa. Satu persatu masalah dibahas, teguran untuk tentor, sistem, management waktu, materi dan terakhir mengenai siswa.

Salah satu tentor mengeluhkan ibu dari seorang siswa yang bisa dikatakan sangat over-protektif dan ambisius. Kenapa begitu ?, karena ibu dari siswa tersebut sangat ingin anaknya mendapatkan nilai yang terbaik, ingin anaknya bisa masuk ke sekolah menengah atas yang ternama dan favorit di Jogja, hingga ibunya membuat jadwal yang sangat padat kepada si anak setiap harinya dengan full-time.

Anak ini les di bimbel tidak hanya satu tempat saja, belum lagi kegiatan di sekolah hingga sore hari. Efek dari sikap sang ibu, si anak selalu saja mengantuk ketika belajar di bimbel dan sering tidak konsentrasi efek karena terlalu di porsir tenaga, waktu dan pikiran. (Haahh... membayangkan saja saya stress duluan).

Ambisi lainnya, sang ibu menginginkan anaknya untuk mendapat nilai setiap mata pelajaran diatas rata-rata 95 agar bisa masuk SMA favorit, si anak tidak dibolehkan main, selalu belajar hingga larut malam, jika mau minta ini itu selalu harus ada persetujuan dari sang ibu.  Ternyata sang ibu melakukan ini karena ingin anak bungsunya ini seperti kedua kakak perempuannya yang dulu bersekolah di sekolah dan universitas favorit dan masuk ke STAN (Sekolah Negeri Akuntasi Negara), sungguh ambisi yang luar biasa bukan ?, Kok ada ya orangtua yang seperti itu ?


Apa yang terjadi dari deskripsi diatas, yaa.. ini keegoisan orangtua. Keegoisan yang membuat anaknya menderita,  ingin terlihat wah tetapi tidak melihat apakah anaknya mampu dan menyukai. Merengggut masa remaja si anak untuk bergaul, bertoleransi, berekspresi. Keegoisan orangtua yang ingin memenuhi tuntutan pribadi, yang dulu mungkin sang ibu ingin seperti itu tetapi tidak tercapai sehingga melampiaskan dan memaksa anak untuk mewujudkan mimpi sang ibu. Sungguh miris.... Orangtua seperti apa itu ?


Selain itu, ada lagi tipe orangtua yang menyerahkan pendidikan anak hanya kepada sekolah, bimbel atau kursus saja. Contoh yang saya temui di tempat saya bekerja, ada seorang ibu yang mengeleskan anaknya Baca Tulis, ketika itu sang ibu bertanya kepada tentornya "kapan ya anak saya bisa lancar membaca dan hingga pertemuan ke berapa lagi ?" lalu guru menjawab, "saya tidak bisa janji Bu, tepatnya kapan.. karena kemampuan anak berbeda, dan jika ibu ingin anaknya bisa cepat membaca mohon bantuan agar ibu sering melatih anak untuk membaca juga dirumah". Sang ibu membalas menjawab "Oh tidak bisa, anak saya dirumah tidak saya perbolehkan belajar, dia sudah terlalu capek, sore hari waktunya dia untuk main dan istirahat"...... Nah loh, sekarang solusinya bagaimana ? Pernah anda menemui kasus seperti deskripsi ini ?


Sistem juga jadi salah satu faktor kenapa orangtua melakukan hal demikian, sistem pendidikan yang membuat kebijakan tentang nilai  menjadi tolak ukur kepintaran seseorang, kualitas seseorang, layak atau tidaknya "duduk" di sebuah sekolah favorit, mendapat gelar yang dibanggakan semua orang, memungkinkan seseorang untuk bekerja "layak" di suatu perusahan atau instansi yang ternama. Hanya karena sebuah "nama dan nilai"... inilah pendidikan kita.


Tuntutan-tuntutan demikian yang mendorong orangtua gelap mata, tidak berfikir rasio melainkan nafsu hanya untuk selalu menjadi yang terbaik bagi orang lain bukan terbaik untuk diri anak, bukan melakukan hal yang disukai, bermanfaat dan membahagikan diri si anak tetapi merampas hak anak serta merusak masa-masa berharga anak.


Ingat Pak, Bu... mereka adalah anak-anak, bukan "budak" bukan pula "pemuas nafsu". 
Wahai para orangtua... mereka adalah generasi penerus bangsa, mereka memiliki hak, mereka memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang mereka mau, sukai dan biarkan mereka berekspresi.

Jangan takut... mereka tidak menjadi Orang Hebat tetapi tetap berbanggalah ketika mereka menjadi Orang...




Mari renungi...



Selasa, 01 April 2014

Benarkah Orangtua Plin Plan ?

Masih ingatkah anda ?
Sewaktu kecil kita sering diajarkan orangtua terutama ibu untuk tidur siang, makan dengan teratur, sebelum tidur harus gosok gigi, cuci kaki dan tangan, baju kotor diletakkan pada tempatnya serta ajaran dan didikan lainnya. Yang tanpa disadari terbawa hingga kita dewasa, sehingga membentuk karekter kita. Yang bisa jadi lebih disiplin, teratur dan karakter positif lainnya.

Dulu diajarkan orangtua untuk tidur siang daripada main diluar, sekarang setelah dewasa kebanyakan tidur (tidur siang) dimarahi karena dianggap tidak melakukan aktivitas yang bermanfaat.
Dulu dibiasakan makan dengan teratur, sekarang sering makan dibilang "kamu ini makan terus kerjaannya, gimana badan gak gemuk..." dst.
Dulu jika baju sudah keringetan dan kotor harus langsung diganti, biar tidak masuk angin, sekarang sering ganti baju diomelin karena terlalu banyak baju kotor dan bilang "kalau begini terus cuci baju sendiri ya".
Itu cerita dulu...


Dan sekarang setelah anak beranjak dewasa.
Dalam menentukan pilihan hidup tentu masih ada ikut campur orangtua, dari mulai sekolah, kerja, bahkan pasangan hidup. Tapi apa kita sebagai anak tidak boleh memilih juga ???


Tidak menyalahkan orangtua yang bersikap demikian, tidak menyalahkan kita juga yang tidak bisa mawas diri, melakukan apa yang pantas dan tidak saja. Itu semua kembali ke proses hidup kok, sebagai anak dan pribadi yang berfikir kita memang layaknya mengutamakan apa yang harus dan tidak, yang sekiranya itu tidak wajar untuk dilakukan sekarang ya "stop" dengan kebiasaan itu.

Apa masih mengganggap orangtua kita plin plan dalam mendidik ??
Kita akan tahu setelah kita menjadi orangtua dan memiliki anak, semua akan berbalik. Belajar saja lah...



Yang baca ini,
Selamat Makan Siang